Ketentuan Qurban Kambing
Seekor kambing hanya untuk qurban satu orang dan boleh
pahalanya diniatkan untuk seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak
atau bahkan yang sudah meninggal dunia.
”Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam
ada seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya
dan keluarganya.”
Asy Syaukani mengatakan, “(Dari berbagai perselisihan
ulama yang ada), yang benar, qurban kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga
walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa atau lebih.”
Ketentuan Qurban Sapi dan Unta
Seekor sapi boleh dijadikan qurban untuk 7 orang.
Sedangkan seekor unta untuk 10 orang (atau 7 orang). Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu
beliau mengatakan,
”Dahulu kami penah bersafar bersama Rasulullah
shallallahu ’alaihi wa sallam lalu tibalah hari raya Idul Adha maka kami pun
berserikat sepuluh orang untuk qurban seekor unta. Sedangkan untuk seekor sapi
kami berserikat sebanyak tujuh orang.”
Begitu pula dari orang yang ikut urunan qurban sapi
atau unta, masing-masing boleh meniatkan untuk dirinya dan keluarganya.
Perhatikan fatwa Al Lajnah Ad Da-imah berikut.
Soal pertama dari Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah lil
Buhuts ’Ilmiyah wal Ifta’ no. 8790
Soal: Bolehkah seorang muslim berqurban unta atau sapi
untuk tujuh orang, lalu masing-masing meniatkan untuk orang tua, anak, kerabat,
pengajar dan kaum muslimin lainnya. Apakah urunan tujuh orang tadi
masing-masing diniatkan untuk satu orang saja (tanpa disertai lainnya) atau
pahalanya boleh untuk yang lainnya?
Jawab: Yang diajarkan, unta dan sapi dibolehkan untuk
tujuh orang. Setiap tujuh orang itu boleh meniatkan untuk dirinya sendiri dan
anggota keluarganya.
Yang menandatangai fatwa ini:
Anggota: ’Abdullah bin Qu’ud, ’Abdullah bin Ghodyan
Wakil ketua: ’Abdur Rozaq ’Afifi
Ketua: ’Abdul ’Aziz bin ’Abdillah bin Baz
Bagaimana Hukum Qurban Secara Kolektif?
Sebagaimana ketentuan di atas, satu kambing hanya
boleh untuk satu orang (dan boleh diniatkan untuk anggota keluarga), satu sapi
untuk tujuh orang (termasuk anggota keluarganya), dan satu unta untuk sepuluh
orang (termasuk anggota keluarganya), lalu bagaimana jika 1 kambing dijadikan
qurban untuk 10 orang atau untuk satu sekolahan (yang memiliki murid ratusan
orang) atau satu desa? Ada yang melakukan seperti ini dengan alasan dana yang begitu
terbatas.
Sebagai jawabannya, alangkah baiknya kita perhatikan
fatwa ulama yang terhimpun dalam Al Lajnah Ad Da-imah (komisi fatwa di Saudi
Arabia) mengenai hal ini.
Soal kedua dari Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts
’Ilmiyyah wal Ifta’ no. 3055
Soal: Ada seorang ayah yang meninggal dunia. Kemudian
anaknya tersebut ingin berqurban untuk ayahnya. Namun ada yang menyarankan
padanya, ”Engkau tidak boleh menyembelih unta untuk qurban satu orang.
Sebaiknya yang disembelih adalah satu ekor kambing. Karena unta lebih utama
dari kambing. Jadi yang mengatakan ”Sembelihlah unta”, itu keliru”. Karena
apabila ingin berqurban dengan unta, maka harus dengan patungan bareng-bareng.
Jawab:
Boleh berqurban atas nama orang yang meninggal dunia,
baik dengan satu kambing atau satu unta. Adapun orang yang mengatakan bahwa
unta hanya boleh disembelih dengan patungan bareng-bareng, maka perkataan dia
yang sebenarnya keliru. Akan tetapi, kambing tidak sah kecuali untuk satu
orang dan shohibul qurban (orang yang berqurban) boleh meniatkan pahala qurban
kambing tadi untuk anggota keluarganya. Adapun unta boleh untuk satu atau
tujuh orang dengan bareng-bareng berqurban. Tujuh orang tadi nantinya boleh
patungan dalam qurban satu unta. Sedangkan sapi, kasusnya sama dengan unta.
Hanya Allah yang memberi taufik. Shalawat dan salam
kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Yang menandatangai fatwa ini:
Anggota: ’Abdullah bin Qu’ud, ’Abdullah bin Ghodyan
Ketua: ’Abdul ’Aziz bin ’Abdillah bin Baz
Dari penjelasan ini, maka kita bisa ambil beberapa
pelajaran:
- Seorang
pelaku qurban dengan seekor kambing boleh mengatasnamakan qurbannya atas
dirinya dan keluarganya.
- Qurban
dengan sapi atau unta boleh dipikul oleh tujuh orang.
- Yang
dimaksud kambing untuk satu orang, sapi dan unta untuk tujuh orang adalah
dalam masalah orang yang menanggung pembiayaannya.
- Tidak
sah berqurban dengan seekor kambing secara kolektif/urunan lebih dari satu
orang lalu diniatkan atas nama jama’ah, sekolah, RT atau desa. Kambing
yang disembelih dengan cara seperti ini merupakan daging kambing biasa dan
bukan daging qurban.
Solusi dalam Iuran Qurban
Solusi yang bisa kami tawarkan untuk masalah iuran
hewan qurban secara patungan adalah dengan acara arisan qurban. Jadi setiap
tahun beberapa orang bisa bergantian untuk berqurban. Di antara alasan
dibolehkan hal ini karena sebagian ulama membolehkan berutang ketika melakukan
qurban.
Imam Ahmad bin Hambal mengatakan tentang orang yang
tidak mampu aqiqah, ”Jika seseorang tidak mampu aqiqah, maka hendaknya ia
mencari utangan dan berharap Allah akan menolong melunasinya. Karena seperti
ini akan menghidupkan ajaran Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.” Qurban sama halnya
dengan aqiqah.
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Dulu Abu Hatim pernah
mencari utangan dan beliau pun menggiring unta untuk disembelih. Lalu dikatakan
padanya, ”Apakah betul engkau mencari utangan dan telah menggiring unta untuk
disembelih?” Abu Hatim menjawab, ”Aku telah mendengar firman Allah,
”Kamu akan memperoleh kebaikan yang banyak padanya.”
(QS. Al Hajj: 36)”
Catatan:
- Yang
mengikuti arisan tersebut hendaknya orang yang berkemampuan karena yang
namanya arisan berarti berutang.
- Harga
kambing bisa berubah setiap tahunnya. Oleh karena itu, arisan pada tahun
pertama lebih baik setorannya dilebihkan dari perkiraan harga kambing
untuk tahun tersebut.
- Ketika
menyembelih tetap mengatasnamakan individu (satu orang untuk kambing atau
tujuh orang untuk sapi dan unta) dan bukan mengatasnamakan jama’ah atau
kelompok arisan.
Bagaimana dengan Hadits ”Ini adalah qurbanku dan
qurban siapa saja dari umatku yang belum berqurban”?
Sebagian orang ada yang beralasan benarnya qurban
secara kolektif melebihi ketentuan syari’at yang dikemukakan di atas dengan
alasan hadits Jabir bin ’Abdillah berikut,
”Aku bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam menghadiri shalat Idul Adha di tanah lapang. Setelah Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam berkhutbah, beliau turun dari mimbar kemudian beliau
diserahkan satu ekor domba. Lalu beliau memotong dengan tangannya, lantas
bersabda, ”Bismillah, wallahu akbar. Ini adalah qurbanku dan qurban siapa
saja dari umatku yang tidak ikut berqurban”.” Mereka beralasan bahwa
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam saja niatkan untuk seluruh umatnya
yang tidak berqurban, maka berarti kami boleh niatkan qurban untuk satu RT,
satu sekolahan atau satu desa.
Sanggahan: Mengenai hadits
”qurban siapa saja yang tidak ikut berqurban”, ini adalah khusus untuk Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam dan tidak untuk yang lainnya. Jadi, beliau diperbolehkan
berqurban untuk seluruh umatnya (selain keluarganya). Sedangkan umatnya hanya
diperbolehkan menyembelih qurban untuk dirinya dan keluarganya sebagaimana
dijelaskan di muka.
Al Qodhi Abu Ishaq mengatakan, ”Perkataan Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam ini –wallahu a’lam- sebagaimana seseorang boleh
berqurban untuk dirinya dan keluarganya, Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam boleh berqurban atas nama seluruh kaum muslimin karena beliau adalah
ayah mereka dan istri-istri beliau adalah ibu mereka.”Oleh karena, Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam adalah ayah kaum muslimin, maka beliau diperbolehkan
meniatkan qurban untuk dirinya dan keluarganya (yaitu seluruh kaum muslimin).
Kesimpulan:
- Penyembelihan
qurban untuk diri dan keluarga dibolehkan sebagaimana pendapat mayoritas
ulama. Hal ini berdasarkan amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
- Penyembelihan
qurban untuk diri sendiri dan untuk seluruh umat Islam selain keluarga
hanyalah khusus bagi Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.
Dalilnya, para sahabat tidak ada yang melakukan hal tersebut sepeninggal
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam. Yang ada mereka hanya
menyembelih qurban untuk diri sendiri dan keluarga.
- Sebagian
kaum muslimin yang menyembelih qurban untuk satu sekolah atau untuk satu
RT atau untuk satu desa adalah keliru, seperti ini tidak dilakukan
oleh para salaf terdahulu.
- Tambahan pembahasan
-
Ketentuan Umur Hewan Qurban
Ketentuan umur untuk hewan qurban tersebut adalah
sebagai berikut.
- Unta,
umur minimal 5 tahun
- Sapi,
umur minimal 2 tahun
- Kambing,
umur minimal 1 tahun
- Domba
Jadza’ah, umur minimal 6 bulan
Hewan Qurban yang Lebih Utama
Yang paling dianjurkan sebagai hewan qurban sebagai
berikut:
- Yang
paling gemuk dan sempurna. Bahkan jika berqurban dengan satu qurban yang
gemuk itu lebih baik daripada dua hewan qurban yang kurus. Karena yang
diinginkan adalah daging. Semakin banyak daging yang dimiliki hewan
tersebut maka itu semakin baik.
- Hewan
qurban yang lebih utama adalah unta, kemudian sapi, kemudian kambing.
Namun satu ekor kambing lebih baik daripada kolektif dalam sapi atau unta.
- Warna
yang paling utama adalah putih polos, kemudian warna debu (abu-abu),
kemudian warna hitam.
- Berqurban
dengan hewan jantan lebih utama dari hewan betina.
Cacat hewan qurban dibagi menjadi 3:
- Cacat
yang menyebabkan tidak sah untuk berqurban, ada 4:
- Buta
sebelah dan jelas sekali kebutaannya
Jika butanya belum jelas – orang yang melihatnya
menilai belum buta – meskipun pada hakekatnya kambing tersebut satu matanya
tidak berfungsi maka boleh diqurbankan. Demikian pula hewan yang rabun senja.
ulama’ madzhab syafi’iyah menegaskan hewan yang rabun boleh digunakan untuk
qurban karena bukan termasuk hewan yang buta sebelah matanya.
- Sakit
dan tampak jelas sakitnya
- Pincang
dan tampak jelas pincangnya
Artinya pincang dan tidak bisa berjalan normal. Akan
tetapi jika baru kelihatan pincang namun bisa berjalan dengan baik maka boleh
dijadikan hewan qurban.
- Sangat
tua sampai-sampai tidak punya sumsum tulang
Dan jika ada hewan yang cacatnya lebih parah dari 4
jenis cacat di atas maka lebih tidak boleh untuk digunakan berqurban. (lih.
Shahih Fiqih Sunnah, 2I/373 & Syarhul Mumti’ 3/294).
2. Cacat yang menyebabkan makruh untuk berqurban, ada
2:
- Sebagian
atau keseluruhan telinganya terpotong
- Tanduknya
pecah atau patah (lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/373)
3. Cacat yang tidak berpengaruh pada hewan qurban
(boleh dijadikan untuk qurban) namun kurang sempurna.
Selain 6 jenis cacat di atas atau cacat yang tidak
lebih parah dari itu maka tidak berpengaruh pada status hewan qurban. Misalnya
tidak bergigi (ompong), tidak berekor, bunting, atau tidak berhidung.
Wallahu a’lam.
sumber :www.rumayso.com