Pages

Selasa, 03 September 2013

Syarat-syarat Sahnya Ibadah Qurban

Udhiyyah atau berqurban termasuk salah satu syi'ar Islam yang agung dan termasuk bentuk ketaatan yang paling utama. Ibadah Qurban adalah syi'ar keikhlasan dalam beribadah kepada Allah semata, dan realisasi ketundukan kepada perintah dan larangan-Nya. Karenanya setiap muslim yang memiliki kelapangan rizki hendaknya ia berqurban.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
"Barangsiapa yang memiliki kelapangan, sedangkan ia tidak berqurban, janganlah dekat-dekat musholla kami." (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan al-Hakim, namun hadits ini mauquf)
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah memberi teladan, beliau senantiasa melaksanakannya. Dari Ibnu Umar Radhiyallaahu 'Anhuma, “Adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam selama sepuluh tahun tinggal di Madinah, beliau selalu menyembelih kurban.” (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi, sanadnya hasan)
Diriwayatkan dalam Shahihain, “Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berqurban dua ekor domba yang putih dan bertanduk. Beliau menyembelih sendiri dengan kedua tangannya sambil menyebut nama Allah dan bertakbir serta meletakkan kakinya di samping lehernya.”

Syarat-syarat Qurban
Diantara urusan qurban yang harus diketahui oleh seorang mudhahhi adalah syarat-syaratnya. Apa yang harus dipenuhi oleh yang menunaikan dari ibadah qurbannya:
Pertama, hewan qurban harus dari hewan ternak; yaitu unta, sapi, kambing atau domba. Hal ini berdasarkan sabda firman Allah Ta'ala,
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
"Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka." (QS. Al-Hajj: 34)
Bahimah An'am: unta, sapi, dan kambing. Ini yang dikenal oleh orang Arab sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hasan, Qatadah, dan selainnya.
Kedua, usianya sudah mencapai umur minimal yang ditentukan syari'at. Yakni sudah musinnah, kecuali bagi domba boleh jadza'ahnya. Ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ
"Janganlah kalian menyembelih kecuali Musinnah (kambing yg telah berusia dua tahun), kecuali jika kalian kesulitan mendapatkannya, maka sembelihlah domba jadza'ah." (HR. Muslim dari sahabat Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu)
Dari Al-Barra' Radhiyallahu 'Anhu, berkata: "Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengerjakan shalat, setelah itu beliau bersabda:
مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا فَلَا يَذْبَحْ حَتَّى يَنْصَرِفَ فَقَامَ أَبُو بُرْدَةَ بْنُ نِيَارٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَعَلْتُ فَقَالَ هُوَ شَيْءٌ عَجَّلْتَهُ قَالَ فَإِنَّ عِنْدِي جَذَعَةً هِيَ خَيْرٌ مِنْ مُسِنَّتَيْنِ آذْبَحُهَا قَالَ نَعَمْ ثُمَّ لَا تَجْزِي عَنْ أَحَدٍ بَعْدَكَ
"Barangsiapa mengerjakan shalat seperti shalat kami, dan menghadap kiblat kami, hendaknya tidak menyembelih binatang qurban sehingga selesai mengerjakan shalat.” Lalu Abu Burdah bin Niyar berdiri dan berkata; “Wahai Rasulullah, padahal aku telah melakukannya.” Beliau bersabda: “Itu adalah ibadah yang kamu kerjakan dengan tergesa-gesa.” Abu Burdah berkata; “Sesungguhnya aku masih memiki Jadza’ah dan dia lebih baik daripada dua Musinnah, apakah aku juga harus menyembelihnya untuk berqurban? Beliau bersabda: “Ya, namun hal itu tidak sah untuk orang lain setelahmu.” (HR. al-Bukhari)
Musinnah sama dengan istilah Tsaniyyah, yakni hewan dengan usia tertentu yang mencakup unta, sapi dan kambing. An-Nawawi berkata; "Para ulama berkata;  Musinnah adalah Tsaniyyah dari segala sesuatu yakni dari unta, sapi dan kambing atau lebih." (Syarah An-Nawawi ‘Ala Muslim, vol 13 hlm 117)
Dalam Mu’jam Lughati Al-Fuqaha’ (I/188) disebutkan: "Tsaniyy adalah setiap hewan yang tanggal gigi serinya. Jamaknya Tsina’ dan Tsunyan. Bentuk lainya Tsaniyyah yang dijamakkan menjadi Tsaniyyat. Tsaniyy dari unta adalah unta yang genap berusia lima tahun, dari sapi yang genap dua tahun dan dari kambing yang genap satu tahun (Mu’jam Lughoti Al-Fuqoha’, vol 1/hlm 188)
Perician dari usia minimalnya:
-          Unta: sudah genap 5 tahun
-          Sapi: sudah genap 2 tahun
-          Kambing: sudah genap 1 tahun
-          Jadza'ah domba: sudah genap setengah tahun.
Tidak sah qurban yang usianya di bawan ketentuan di atas.
Ketiga, Hewan qurban terbebas dari aib/cacat. Di dalam nash hadits ada ada empat cacat yang disebutkan:
  1. Aur Bayyin (buta sebelah yang jelas)
  2. Araj Bayyin (kepincangan yang jelas)
  3. Maradh Bayyin (sakit yang jelas)
  4. Huzal (kekurusan yang membuat sungsum hilang).
Jika hewan qurban terkena salah satu atau lebih dari empat macam aib ini, maka hewan tersebut tidak sah dijadikan sebagai hewan qurban.
Dari Al-Bara’ bin ‘Azib berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya, ‘Apa yang harus dijauhi untuk hewan qurban?‘ Beliau memberikan isyarat dengan tangannya lantas bersabda: “Ada empat.” Barra’ lalu memberikan isyarat juga dengan tangannya dan berkata; “Tanganku lebih pendek daripada tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
الْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَجْفَاءُ الَّتِى لاَ تُنْقِى
"(empat perkara tersebut adalah) hewan yang jelas-jelas pincang kakinya, hewan yang jelas buta sebelah, hewan yang sakit dan hewan yang kurus tak bersumsum.” (H.R.Malik)
Dari ‘Ubaid bin Fairuz berkata: Aku pernah bertanya kepada Al Bara` bin ‘Azib; sesuatu apakah yang tidak diperbolehkan dalam hewan qurban? Kemudian ia berkata; Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah berdiri diantara kami, jari-jariku lebih pendek daripada jari-jarinya dan ruas-ruas jariku lebih pendek dari ruas-ruas jarinya, kemudian beliau berkata:

أَرْبَعٌ لاَ تَجُوزُ فِى الأَضَاحِى الْعَوْرَاءُ بَيِّنٌ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ بَيِّنٌ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ بَيِّنٌ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِى لاَ تَنْقَى
Empat perkara yang tidak boleh ada di dalam hewan-hewan qurban; yaitu buta sebelah matanya yang jelas kebutaannya, pincang yang jelas pincangnya, sakit yang jelas sakitnya, dan pecah kakinya yang tidak memiliki sumsum. ‘Ubaid berkata; aku katakan kepada Al Bara`; Aku tidak suka pada giginya terdapat aib. Ia berkata; apa yang tidak engkau sukai maka tinggalkan dan janganlah engkau mengharamkannya kepada seseorang." (HR. Abu Dawud)

Keempat, Hewan tersebut benar-benar dimiliki oleh orang yang berqurban atau yang diizinkan diqurbankan atas  namanya oleh syariat atau oleh orang yang memilikinya. Tidak sah qurban orang yang tidak memilikinya secara sah seperti hewan qurban yang dicuri, dikuasai dengan cara batil, dan semisalnya. Sebabnya tidak sah ibadah taqarrub kepada Allah dengan maksiat kepada-Nya. Qurban pengasuh anak yatim yang diambil dari hartanya sah jika berqurban telah menjadi rutinitas dan akan bersedih jika tidak ada hewan qurban. Begitu juga sah qurban orang yang mewakili dari harta orang yang diwakilinya dengan izinnya. (Syaikh Utsaimin dalam Risalah Ahkam Udhiyyah wa Dzakah)
. . . Tidak sah qurban orang yang tidak memilikinya secara sah seperti hewan qurban yang dicuri, dikuasai dengan cara batil, dan semisalnya. . .
Kelima, tidak ada hak orang lain pada harta hewan qurban tersebut, maka tidak sah qurban dari hewan yang digadai.
Keenam, menyembelihnya pada waktu yang telah ditentukan oleh syariat. Yaitu setelah shalat Ied sampai terbenamnya matahari dari hari tasyriq terakhir (tanggal 13 Dzulhijjah). Maka waktu menyembelih hewan qurban ada empat hari: hari idul Adha sesudah shalat dan tiga hari sesudahnya yang dikenal dengan ayyam Tasyriq. Maka siapa yang menyembelih sebelum shalat ied selesai atau sesudah matahari di tanggal 13 terbenam, tidak sah qurbannya.
Dari Sahabat al-Barra' bin 'Azib Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Sesungguhnya yang pertama kali kita mulai pada hari ini adalah shalat. Kemudian kita pulang lalu menyembelih hewan qurban. Barangsiapa berbuat demikian maka dia telah sesuai dengan sunnah kami. Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka itu adalah daging yang diberikan untuk keluarganya dan tidak termasuk nusuk (ibadah qurban) sedikitpun." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan lagi dari Jundub bin Sufyan al-Bajali Radhiyallahu 'Anhu, berkata: Aku menyaksikan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pada hari nahar (penyembelihan) bersabda:

مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُعِدْ مَكَانَهَا أُخْرَى وَمَنْ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ
"Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka hendaknya ia mengganatinya dengan hewan qurban yang lain, dan siapa yang belum berkurban henwaknya ia berqurban." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam Shahih Muslim, dari hadits Nubaisyah al-Hudzaliy Radhiyallahu 'Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda;
 أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
"Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan, minuma." (HR. Muslim)
. . . waktu menyembelih hewan qurban ada empat hari: hari idul Adha sesudah shalat dan tiga hari sesudahnya yang dikenal dengan ayyam Tasyriq. . .
Namun siapa mendapati udzur sehingga harus mengakhirkannya sesudah hari tasyriq seperti hewan qurban lepas dan tidak lekas ditemukan kecuali setelah habisnya waktu penyembelihan atau hewan tersebut dititipkan kepada orang untuk menyembelihnya lalu orang tersebut lupa sehingga habis waktunya, maka tidak apa-apa hewan tersebut disembelih sesudah lewat waktunya karena udzur tadi. Hal ini diqiaskan kepada orang yang tertidur dari shalat atau lupa, maka ia boleh shalat sewaktu terbangun dan di saat sudah ingat. (Disarikan dari Risalah Ahkam Udhiyyah wa Dzakah, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin)
Dibolehkan juga menyembelih hewan qurban pada siang atau malam hari, sementara menyembelih di siang hari itu lebih utama. Segera menyembelih sesudah khutbah Idul Adha itu paling utama. Setiap hari penyembelihan lebih utam dari hari sesudahnya karena itu bentuk bersegera kepada perbuatan baik.
Wallahu Ta'ala A'lam.

0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com