Ibnu Qudamah mengatakan, boleh hukumnya memberi daging qurban
kepada non-Muslim.
Kebolehannya ini dinisbatkan kepada bolehnya memberikan
makanan dalam bentuk lainnya kepada mereka. Memberi daging qurban kedudukannya
sama dengan memberi sedekah pada umumnya yang hukumnya boleh.
Imam al-Hasan al-Basri, Imam Abu Hanifah, dan Abu Tsaur berpendapat,
daging qurban boleh dibagikan kepada non-Muslim yang fakir miskin. Sedangkan
Imam Malik berpendapat sebaliknya, beliau memakruhkannya, termasuk memakruhkan
bila memberi kulit dan bagian-bagian dari hewan qurban kepada mereka.
Al-Laits berpendapat jika daging itu dimasak kemudian
non-Muslim dari kalangan ahlu zimmi diajak makan bersama, maka hukumnya boleh.
Imam Nawawi berpendapat umumnya ulama membedakan antara
hukum qurban sunah dengan qurban wajib. Qurban wajib di antaranya adalah qurban
nazar. Jika daging qurban berasal dari qurban sunah seperti saat Idul Adha
karena ada kemampuan, maka boleh daging qurban dibagikan kepada Non-Muslim.
Sementara jika qurbannya termasuk wajib maka memberikannya kepada non-Muslim
dilarang.
Ustaz Ahmad Sarwat berpendapat, yang paling kuat adalah
kebolehan memberikan daging qurban kepada non-Muslim. Terlebih kondisi mereka
kekurangan. Hikmahnya adalah dengan kebaikan yang diberikan ada nilai positif
kepada umat Islam.
Dengan itu siapa tahu menjadi jalan hidayah bagi non-Muslim.
Dalam ahkamul fukaha disebutkan ada beberapa pendapat tentang hal ini.
Kitab kumpulan putusan Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama ini
menyebut diperbolehkannya memberikan daging qurban kepada non-Muslim zimmi.
Namun, syaratnya daging qurban itu dari qurban sunah bukan yang wajib.
Al-Adza’i menilai, pendapat itu tidak kuat. Mutlak hukumnya
tidak memberikan bagian apa pun dari qurban kepada selain Muslim. Bahkan, jika
seorang fakir miskin Muslim menerima daging qurban, ia tetap tidak boleh memberikan
daging tersebut kepada non-Muslim.
0 komentar:
Posting Komentar