Pages

Selasa, 16 September 2014

Larangan Menjual Kulit Hewan Qurban Oleh Pequrban

Tidak boleh hukumnya menjual kulit hewan qurban. Demikianlah pendapat jumhur ulama tiga mazhab (Imam Maliki, Syafi’i, dan Ahmad) (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, I/352; Qadhi Shafad, Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf Al-A’immah, hal. 85).
Hukum ini berlaku bagi pequrban (al-mudhahhi/shahibul qurban) dan juga berlaku bagi siapa saja yang mewakili pequrban, misalnya takmir masjid atau panitia qurban pada suatu instansi.
Dalil haramnya menjual kulit hewan qurban ada dua, yaitu hadis-hadis Nabi SAW yang melarang menjual kulit hewan qurban, dan hukum syar’i bahwa status kepemilikan kambing qurban telah lenyap dari pequrban pada saat qurban disembelih.
Hadits-hadits Nabi SAW itu di antaranya :
1.Dari Ali bin Abi Thalib RA, dia berkata,”Rasulullah SAW telah memerintahkan aku mengurusi unta-unta beliau (hadyu) dan membagikan daging-dagingnya, kulit-kulitnya…untuk kaum miskin. Nabi memerintahkanku pula untuk tidak memberikan sesuatu pun darinya bagi penyembelihnya (jagal) [sebagai upah].” (Muttafaq ‘alaihi) (Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, IV/95)

Dari hadits di atas, Imam Asy-Syirazi mengatakan,”Tidak boleh menjual sesuatu dari hadyu dan qurban, baik qurban yang wajib (nadzar) atau qurban yang sunnah.” (Imam Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab, I/240)

2.Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda,“Barangsiapa menjual kulit hewan qurbannya, maka tidak ada [pahala] qurban baginya.” (Man baa’a jilda udhiyyatihu fa-laa udh-hiyyata lahu) (HR. Al-Hakim & Al-Baihaqi) (Hadis ini sahih menurut Imam Suyuthi. Lihat Imam Suyuthi, Al-Jami’ Ash-Shaghir, II/167)

Dari hadits ini para ulama menyimpulkan haramnya pequrban untuk menjual kulit hewan qurbannya (Syaikh Zakariya Al-Anshari, Fathul Wahhab, II/179, Syaikh Asy-Syarbaini Al-Khathib, Al-Iqna’, II/281).
Adapun dalil kedua, berupa hukum syara’ tentang status kepemilikan kambing qurban. Pada saat disembelih, hilanglah kepemilikan qurban dari pequrban. Maka dari itu, jika pequrban atau wakilnya menjual kulit hewan qurban, sama saja dia menjual sesuatu yang bukan miliknya lagi. Ini jelas tidak boleh.

Dalam masalah ini Imam Asy-Syirazi berkata,”Ketidakbolehan menjual kulit hewan qurban juga dikarenakan hadyu atau qurban itu telah keluar dari kepemilikan pequrban sebagai taqarrub kepada Allah, maka tidak boleh ada yang kembali kepadanya kecuali apa yang dibolehkan sebagai rukhsah yaitu dimakan (Imam Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab, I/240; As-Sayyid Al-Bakri, I’anah Ath-Thalibin, II/333).

Jadi, jelaslah bahwa menjual kulit hewan qurban itu haram hukumnya. Haram pula menjadikan kulit hewan qurban sebagai upah kepada jagal (penyembelih) qurban.

Lalu kulit hewan qurban itu akan diapakan? Kulit hewan qurban itu dapat disedekahkan oleh al-mudhahhi (shahibul qurban) kepada fakir dan miskin (Taqiyuddin Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, II/242). Inilah yang afdhol (utama). Jadi perlakuan pada kulit hewan qurban sama dengan bagian-bagian hewan qurban lainnya (yang berupa daging), yakni disedekahkan kepada fakir dan miskin. Dalilnya adalah hadis sahih dari Ali bin Abi Thalib RA di atas.

Boleh pula kulit hewan qurban itu dimanfaatkan oleh pequrban, misalnya dibuat sandal, khuf (semacam sepatu), atau timba.
Dalilnya adalah hadits Aisyah RA. Aisyah RA meriwayatkan bahwa orang-orang Arab Badui pernah datang berombongan minta daging qurban pada saat Idul Adha. Rasulullah SAW lalu bersabda,”Simpanlah sepertiga dan sedekahkanlah sisanya.” Setelah itu ada yang berkata kepada Rasulullah SAW,”Wahai Rasululah sesungguhnya orang-orang biasa memanfaatkan qurban-qurban mereka, mereka membuat lemak darinya, dan membuat wadah-wadah penampung air darinya.” Rasulullah menjawab,”Apa masalahnya?” Mereka menjawab,”Wahai Rasulullah, Anda telah melarang menyimpan daging-daging qurban lebih dari tiga hari.” Rasulullah SAW menjawab,”Sesungguhnya aku melarang hal itu karena adanya orang Baduwi yang datang berombongan minta daging qurban (min ajli ad-daafah). [Sekarang] makanlah, sedekahkanlah, dan simpanlah.” (HR. Tirmidzi, Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, IV/97; Imam Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab, I/240). Hadits ini menunjukkan bolehnya memanfaatkan kulit hewan qurban misalnya untuk dijadikan wadah-wadah penampung air dan sebagainya (Imam Asy-Syirazi, Al-Muhadzdzab, I/240)

Memang ada sebagian ulama yang membolehkan menjual kulit hewan qurban. Menurut Imam Abu Hanifah, boleh menjual kulit hewan qurban tapi bukan dengan dinar dan dirham (uang). Maksudnya, boleh menjual kulit hewan qurban dengan menukarkan kulit itu dengan suatu barang dagangan (al-‘uruudh) (Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, IV/97,Taqiyuddin Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, II/242). Menurut Imam An-Nakha’i dan Imam Al-Auza’i, boleh menjual kulit hewan qurban dengan peralatan rumah tangga yang bisa dipinjamkan, misalnya kapak, timbangan, dan bejana. Menurut Imam ‘Atha` (tabi’in), tidak apa-apa menjual kulit hewan qurban baik dengan dirham (uang) maupun dengan selain dirham. (Qadhi Shafad, Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf Al-A’immah, hal. 85).
Dalil ulama yang membolehkan menjual kulit hewan qurban, adalah hadits yang membolehkan memanfaatkan (intifa’) qurban, yaitu hadis riwayat Imam Tirmidzi dari Aisyah RA di atas. Dalam pandangan Imam Abu Hanifah, atas dasar hadits itu, boleh melakukan pertukaran (mu’awadhah) kulit hewan qurban asalkan ditukar dengan barang dagangan (al-‘uruudh), bukan dengan uang (dinar dan dirham). Sebab pertukaran kulit hewan qurban dengan barang dagangan termasuk dalam pemanfaatan qurban (intifa’) yang dibolehkan hadits menurut semua ulama secara ijma’ (Lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, I/352, Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, IV/95).

Pendapat ulama yang membolehkan menjual kulit hewan qurban itu adalah pendapat yang lemah, berdasarkan dua hujjah berikut :

Pertama, telah terdapat nash hadis sahih yang mengharamkan menjual belikan kulit hewan qurban. Nabi SAW bersabda,“Barangsiapa menjual kulit hewan qurbannya, maka tidak ada [pahala] qurban baginya.” (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi).

Haramnya menjual kulit hewan qurban dalam hadis di atas bersifat umum, artinya mencakup segala bentuk jual beli kulit hewan qurban. Baik menukar kulit dengan uang, maupun menukar kulit dengan selain uang (misalnya dengan daging). Semuanya termasuk jual beli, sebab jual beli adalah menukarkan harta dengan harta (mubadalatu maalin bi maalin). Maka penukaran kulit hewan qurban dengan selain dinar dan dirham (uang), misalnya kulit hewan qurban ditukar dengan daging, tetap termasuk jual beli juga.

Perlu diketahui, bahwa ditinjau dari objek dagangan (apa yang diperdagangkan), jual beli ada tiga macam :

(1) jual beli umum, yaitu menukar uang dengan barang,

(2) jual beli ash-sharf (money changing), yaitu menukar uang dengan uang,

(3) jual beli al-muqayadhah (barter), yaitu menukar barang dengan barang. (Lihat Abdullah al-Mushlih dan Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam [Maa Laa Yasa’u At-Taajir Jahluhu], Penerjemah Abu Umar Basyir, Jakarta : Darul Haq, 2004, hal. 90)
Atas dasar itu, keharaman menjual kulit ini mencakup segala bentuk tukar menukar kulit, termasuk menukar kulit dengan barang dagangan. Sebab hal ini tergolong jual beli juga, yakni apa yang dalam istilah fiqih disebut al-muqayadhah (barter).

Kedua, tidak dapat diterima membolehkan jual beli kulit dengan hujjah hadits Aisyah tentang bolehnya memanfaatkan (intifa’) qurban.

Sebab kendatipun hadits Aisyah itu bermakna umum, yaitu membolehkan pemanfaatan qurban dalam segala bentuknya secara umum, tapi keumumannya telah dikhususkan (ditakhsis) dengan hadits yang mengharamkan pemanfaatan dalam bentuk jual beli (hadits Abu Hurairah). Kaidah ushul fiqih menyatakan :

Al-‘aam yabqaa ‘alaa ‘umuumihi maa lam yarid dalil al-takhsis

“Dalil umum tetap berlaku umum, selama tidak terdapat dalil yang mengkhusukannya (mengecualikannya).”

Atas dasar itu, menukar kulit dengan barang dagangan tidak termasuk lagi dalam pemanfaatan kulit yang hukumnya boleh, sebab sudah dikecualikan dengan hadits yang mengharamkan jual beli kulit.

Kesimpulannya, menjual kulit hewan qurban hukumnya adalah haram, termasuk menukar kulit dengan daging untuk disedekahkan kepada fakir miskin. Inilah pendapat yang kami anggap rajih (kuat), sesuai hadis Nabi SAW yang sahih, “Barangsiapa menjual kulit hewan qurbannya, maka tidak ada [pahala] qurban baginya.” (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi).

0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com